Bakkara
Info Lebih Lengkap klik http://bakkara.blogspot.com
Langit ungu di atas pucuk pinus arah perbukitan Dolok Sanggul, sungguh memesona. Lembah Bakkara yang membentang, tak kalah cantiknya. Tetapi, jalan sempit menurun yang terjal dengan kelokan tajam, membuat saya memilih menatap lurus ke depan.
http://bakkara.blogspot.com/
Hari mulai gelap ketika saya memasuki kampung halaman Sisingamangaraja I-XII di Bius (bahasa Batak artinya desa) Bakkara, sekitar 280 km dari Medan. Dalam remang, susah menemukan tanda bahwa bius yang didirikan enam marga (garis keturunan dari lelaki) yaitu Sinambela, Manullang, Purba, Simamora, dan Sihite, itu pernah jadi benteng terakhir Sisingamangaraja XII. Padahal, ketika Belanda menguasainya tahun 1883, Bakkara telah berdiri sebagai bius selama 15 generasi atau telah berdiri sejak abad ke-14.
http://bakkara.blogspot.com/
Kedai kopi di Bakkara sore itu dipenuhi pengunjung yang semuanya lelaki. Suara televisi yang direlai parabola berseling obrolan dalam permaian kartu. Tak ada penginapan di sana, tetapi warga menawarkan menginap di rumah mereka. Saya memilih terus ke arah Muara, mencari tempat terbaik untuk melihat Danau Toba saat terbitnya Matahari, esok pagi. Rumah-rumah berdiri dalam jarak berjauhan.Gemericik air terdengar di sebuah kelokan, saya berhenti di sana. Ternyata, air terjun itu adalah Aek Sipangolu yang berarti air yang menghidupkan. Air ini dipercaya berasal dari bekas tapak kaki gajah Sisingamangaraja. Malam pekat. Api unggun yang saya buat jadi penerang.Pukul 21.15, datang mobil berpenumpang delapan orang, separuhnya perempuan.
http://bakkara.blogspot.com/
Mereka mengaku dari Medan. Sebagian lalu mengambil air dan lainnya mandi di pancuran. â€Air ini untuk kesembuhan,†kata lelaki paruh baya.Orang-orang yang datang dalam gelap itu pun belalu ke arah Muara. Saya beranjak dan memutuskan istirahat di pinggir jalan di tepi danau, sekitar dua kilometer dari Aek Sipangolu.Jauh dari arah bukit, kebakaran hutan menimbulkan bunga api. Tiap tahun, perbukitan di tangkapan air Danau Toba itu terbakar. Dinas Kehutanan Sumut mencatat, tahun 2004 kebakaran hutan di area itu mencapai 410,5 hektar.Dari arah danau sesekali terdengar deru mesin perahu nelayan. Di apit bukit terjal dan danau dengan langit penuh bintang, saya membayangkan malam-malam sepi Sisingamangaraja XII bersama seluruh keluarganya selama 30 tahun bergerilya melawan Belanda.Di celah bukit yang kini sebagian dilalap api itulah para pejuang Batak dibantu beberapa panglima asal Aceh melawan Belanda. â€Selama 14 hari, patroli mencari kembali jejak Sisingamangaraja ke seluruh penjuru, namun tak berhasil.
http://bakkara.blogspot.com/
Pegunungan dengan pepohonan dan semak rimbun, membuat usaha menyingkirkan diri mudah,†tulisan Letnan J H van Temmen, anak buah Kapten Christoffel, pemimpin pasukan Belanda yang memburu Sisingamangaraja XII.
Langit ungu di atas pucuk pinus arah perbukitan Dolok Sanggul, sungguh memesona. Lembah Bakkara yang membentang, tak kalah cantiknya. Tetapi, jalan sempit menurun yang terjal dengan kelokan tajam, membuat saya memilih menatap lurus ke depan.
http://bakkara.blogspot.com/
Hari mulai gelap ketika saya memasuki kampung halaman Sisingamangaraja I-XII di Bius (bahasa Batak artinya desa) Bakkara, sekitar 280 km dari Medan. Dalam remang, susah menemukan tanda bahwa bius yang didirikan enam marga (garis keturunan dari lelaki) yaitu Sinambela, Manullang, Purba, Simamora, dan Sihite, itu pernah jadi benteng terakhir Sisingamangaraja XII. Padahal, ketika Belanda menguasainya tahun 1883, Bakkara telah berdiri sebagai bius selama 15 generasi atau telah berdiri sejak abad ke-14.
http://bakkara.blogspot.com/
Kedai kopi di Bakkara sore itu dipenuhi pengunjung yang semuanya lelaki. Suara televisi yang direlai parabola berseling obrolan dalam permaian kartu. Tak ada penginapan di sana, tetapi warga menawarkan menginap di rumah mereka. Saya memilih terus ke arah Muara, mencari tempat terbaik untuk melihat Danau Toba saat terbitnya Matahari, esok pagi. Rumah-rumah berdiri dalam jarak berjauhan.Gemericik air terdengar di sebuah kelokan, saya berhenti di sana. Ternyata, air terjun itu adalah Aek Sipangolu yang berarti air yang menghidupkan. Air ini dipercaya berasal dari bekas tapak kaki gajah Sisingamangaraja. Malam pekat. Api unggun yang saya buat jadi penerang.Pukul 21.15, datang mobil berpenumpang delapan orang, separuhnya perempuan.
http://bakkara.blogspot.com/
Mereka mengaku dari Medan. Sebagian lalu mengambil air dan lainnya mandi di pancuran. â€Air ini untuk kesembuhan,†kata lelaki paruh baya.Orang-orang yang datang dalam gelap itu pun belalu ke arah Muara. Saya beranjak dan memutuskan istirahat di pinggir jalan di tepi danau, sekitar dua kilometer dari Aek Sipangolu.Jauh dari arah bukit, kebakaran hutan menimbulkan bunga api. Tiap tahun, perbukitan di tangkapan air Danau Toba itu terbakar. Dinas Kehutanan Sumut mencatat, tahun 2004 kebakaran hutan di area itu mencapai 410,5 hektar.Dari arah danau sesekali terdengar deru mesin perahu nelayan. Di apit bukit terjal dan danau dengan langit penuh bintang, saya membayangkan malam-malam sepi Sisingamangaraja XII bersama seluruh keluarganya selama 30 tahun bergerilya melawan Belanda.Di celah bukit yang kini sebagian dilalap api itulah para pejuang Batak dibantu beberapa panglima asal Aceh melawan Belanda. â€Selama 14 hari, patroli mencari kembali jejak Sisingamangaraja ke seluruh penjuru, namun tak berhasil.
http://bakkara.blogspot.com/
Pegunungan dengan pepohonan dan semak rimbun, membuat usaha menyingkirkan diri mudah,†tulisan Letnan J H van Temmen, anak buah Kapten Christoffel, pemimpin pasukan Belanda yang memburu Sisingamangaraja XII.