Breaking News

Lobi Jatah Hasil Migas

EKONOMI & BISNIS
MINYAK
Lobi Jatah Hasil Migas

Pemerintah menolak usulan jatah bagi hasil untuk daerah pengolah migas. Berbeda pandang soal asas keadilan. Belum ada titik temu.

PANTANG menyerah. Begitu agaknya semboyan yang diusung sejumlah pejabat pemerintah daerah (pemda) pengolah minyak dan gas (migas). Tiada mengenal lelah, mereka gencar melobi anggota DPR-RI dan pemerintah pusat, sejak beberapa bulan lalu. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) itu menginginkan amandemen Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan. Para pejabat pemda yang dikomandani Bupati Kutai Saukani itu ingin mendapat jatah bagi hasil pengolahan migas.

Pemda pengolah migas yang getol melobi, antara lain, Bontang (Kalimantan Timur), Plaju (Sumatera Selatan), Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), dan Dumai (Riau). Selama ini, formula bagi hasil adalah 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah. Porsi yang kecil bagi daerah itu pun harus dibagi lagi, 6% untuk kabupaten penghasil, 6% untuk daerah sekitarnya yang ada dalam satu provinsi, dan 3% untuk jatah pemerintah provinsi.

Namun harapan itu kandas di tangan Menteri Keuangan Boediono, Jumat lalu. "Pemerintah sulit menerima usulan pemda itu," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Machfud Sidik. Ditegaskannya, bila pemda pengolah migas mendapat porsi bagi hasil, hal itu akan memperlemah posisi keuangan pemerintah pusat dalam skala nasional, khususnya di APBN. Selain itu, kesenjangan keuangan antar-daerah akan makin lebar.

Machfud menganggap, jika daerah pengolah migas minta jatah juga, justru akan menimbulkan ketidakadilan. Toh, perjuangan Apkasi tak surut. Mereka berhasil melobi Pansus DPR untuk menggelar pertemuan dengan para pejabat Departemen Keuangan di Gedung DPR, Selasa lalu. Hasilnya, dari enam masalah yang menjadi ganjalan, akhirnya mengerucut jadi satu.

Kesepakatan yang dicapai, antara lain, soal dana alokasi umum yang dinaikkan persentasenya dari 20% menjadi 27,5%. Permintaan DPR atas pengenaan pajak lingkungan eksternal, seperti yang ditimbulkan polusi pabrik dan industri lainnya di daerah, juga disetujui. Pemerintah pun setuju soal rentang waktu pinjaman daerah yang disesuaikan dengan jabatan kepala daerah. "Yang masih menganjal adalah usulan bagi hasil untuk daerah pengolah migas dan kenaikan porsi untuk daerah tertentu," kata Machfud kepada Julkifli Marbun dari Gatra.

Tuntutan bagi hasil dari produksi migas, bagi pejabat pemda, bukanlah semata-mata karena minimnya pendapatan daerah. "Ini soal keadilan," kata Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Pemkab Langkat, Amran Matondang, kepada Rosul Sihotang dari Gatra. Menurut dia, dana dari bagi hasil migas itu berguna untuk percepatan pembangunan.

Heru Pamuji