Breaking News

Selamat: Gubsu

HARU bercampur gembira tampak dari raut wajah Gubernur baru Sumut Drs. Rudolf M Pardede ketika muncul bersama istri tercintanya Nonya Vera Natarida Boru Tambunan di depan pintu VIP Room Bandara Polonia Medan, ketika mengetahui ribuan massa dari berbagai elemen di Sumut telah lama menantikan kedatangannya.

Spontan, berbagai elemen masyarakat Sumut yang sedari pagi telah menunggu dibawah teriknya mentari siang itu, begitu melihat kemunculan Rudolf M Pardede Ketua DPD PDI-P Sumut langsung mengerubungi berebut memberikan selamat.

Acara yang penyambutan sebelumnya telah disusun secara mendadak sebelum kedatangan gubsu hampir buyar. Namun setelah massa ditenangkan dan diarahkan, penyambutan Rudolf berlangsung sesuai urutan susunan acara tersebut.

Mulanya, Pimpinan Pondok Pesantren Al Kautsar Al Akbar Syeikh H. Ali Akbar Marbun mewakili para pemuka agama yang hadir menyambangi gubsu baru, langsung mengalungkan bunga yang telah disiapkan sebelumnya.

Setelah itu, satu persatu berbagai elemen budaya di Sumut mengalungi dan memakaikan pakaian adat pada putra sulung mendiang Dr. TD Pardede dari sembilan bersaudara.

Seiring dengan itu, secara bergantian terdengar lantunan musik berbagai etnis di Sumut mengiringi tari-tarian yang menyambut kedatangan Rudolf.

Suasana haru kian melekat diwajahnya hingga meneteskan air mata saat menerima ucapan selamat dari masyarakat baik dalam maupun luarkota yang sengaja datang dari berbagai daerah Deli Serdang, Tanah Karo, Pematang Siantar, Toba, Simalungun dan sebagainya.

HARU

Adalah wajar, bila saat itu putra kelahiran Balige tanggal 4 April 1942, merasakan keharuan merupakan penghujung perjalanan panjang menuju kursi menjadi orang nomor satu di Sumut saat terbayang beratnya tantangan yang dihadapi.

Apalagi ketika menghadapi derasnya terjangan arus penolakan yang berupaya menggagalkan dikukuhkan dan dilantiknya Rudolf menjadi gubsu menggantikan almarhum HT Rizal Nurdin yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat 5 September 2005 lalu.

Ibaratnya pepatah ‘bagaikan pucuk aru semakin tinggi semakin deras angin menerpa’ ternyata menimpa ayah empat anak itu. Mulai dari kasus ijazah ‘gate’ hingga ‘gonjang ganjing’ kopi telegram mendagri yang belum diterima anggota dewan dan sebagainya. Secara bertahap aral rintangan yang penuh lika-liku dan intrik politik disingkirkannya meski belum tuntas.

Akhirnya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, pelantikannya terpaksa harus digelar di Jakarta, tidak di ‘gedung rakyat’ DPRD Sumut seperti beberapa pendahulunya termasuk dirinya yang waktu itu menjabat sebagai Wagubsu.

Akhirnya Jum’at (10/3) menjadi catatan sejarah besar pejalanan pemerintahan di Sumut, di mana hari itu sesuai Kepres Nomor 27/M/2006, Menteri Dalam Negeri (Mendagri-RI) HM Ma’ruf atas nama Presiden RI melantik Wagubsu Drs. Rudolf M Pardede menjadi Gubsu dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRD Sumut yang dilangsungkan di gedung Sasana Bhakti Praja Depdagri Jalan Merdeka Utara Jakarta.

Meskipun demikian tidak sepenuhnya fraksi-fraksi di DPRD Sumut menghadiri pelantikan itu seperti Fraksi PBR, Fraksi PAN dan Fraksi PKS.

Dihari pelantikan Rudolf menjadi Gubsu di Medan terjadi berbagai gelombang aksi unjukrasa dan demonstrasi di DPRD Sumut, Kajatisu, baik kelompok pro maupun kontra terhadap pelantikan itu.

Tapi yang pasti pelantikan itu telah berlangsung dengan sukses tanpa aral rintangan.

Menurut catatan berbagai kalangan, semenjak masa orde baru (tahun 1967) hingga 5 September 2005, Gubernur Sumut dipimpin orang yang berlatar belakangTNI. Gubsu Rudolf M Pardede merupakan gubernur pertama dari kalangan sipil (bukan bermaksud mendikotomikan antara sipil dan militer-red) yang merupakan catatan sejarah pemerintahan di Sumut.

Tantangan, persoalan dan tanggungjawab besar sebagai gubsu telah menanti Drs Rudolf M Pardede dalam menjalankan tugas kedepannya. (amru lubis)